MATERI PERAN KONGKRIT SANTRI DAN MILLENIAL TERHADAP COVID-19 DI INDONESIA DAN DUNIA”
“MATERI PERAN KONGKRIT SANTRI DAN MILLENIAL TERHADAP COVID-19 DI INDONESIA DAN DUNIA”
Terminologi Santri tidak hanya terbatas pada alumni pesantren saja menurut KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) menjelaskan santri melalui 6 definisi:
1️⃣ Santri adalah murid kiai yang dididik dengan kasih sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (yang tidak goyah imannya oleh pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan).
2️⃣ Santri adalah kelompok yang mencintai tanah airnya (tempat dia dilahirkan, menghirup udaranya, dan bersujud di atasnya) dan menghargai tradisi serta budayanya.
3️⃣ Santri adalah mereka yang menghormati guru dan orang tua hingga tiada.
4️⃣ Santri adalah orang yang memiliki kasih sayang pada sesama manusia
5️⃣ Santri adalah yang mencintai ilmu dan tidak pernah berhenti belajar (minal mahdi ilãl lahdi), serta menganggap agama sebagai anugerah dan sebagai wasilah mendapat ridha tuhannya.
6️⃣ Santri ialah hamba yang bersyukur
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ternyata, siapapun bisa menjadi santri, tentunya yang *berbudi luhur dan mempunyai ikatan kepada Tuhan dan sesamanya. Pemateri juga menjelaskan mengenai Istilah Generasi Millenial hingga saat ini masih menjadi banyak perbedaan persepsi dan mungkin lebih akrab dengan istilah Generasi Boomer, X, Y, Z dan Alfa. Memang tidak ada demografi dan batasan khusus rentang lahir generasi millennial. Pada Masa pandemi COVID-19 atau _corona virus disease_ yang disebabkan oleh Virus SARS-CoV 2 ini memberikan kita semua banyak tantangan. Tidak ada negara yang benar2 siap mengalami pandemi, namun tentunya dengan mitigasi yang tepat dan cepat, semoga segalanya akan berakhir dan berangsur normal. Ini adalah salah satu kunci dari penanganan pandemi, informasi yang tepat. Sebagaimana kita tahu, Indonesia menempati negara dengan ranking minat baca yang rendah. Rendah maksudnya adalah kurangnya literasi membuat kita terkadang mudah menelan informasi tanpa _tabayyun_.Ingat bahwa di era _post truth_, penggunaan media sosial dan keterbukaan informasi memberikan tantangan kita untuk lebih bijak dalam membaca berita. Di era ini, terkadang kebenaran menjadi nomor 2, beberapa oknum sengaja mengulang ulang sebuah pernyataan dengan tujuan menggiring opini publik yang kemudian dianggap benar, padahal belum tentu. Sikap objektif juga penting untuk menghindari semakin luasnya keyakinan masyarakat terhadap suatu kabar yang berbahaya dan belum tentu benar, yang semakin diyakini banyak orang sebab subjektivitas atau _beliefs_ terhadap pemikiran sendiri/teori yang menyesatkan dan membahayakan.Contohnya, teori konspirasi tentang Covid-19 yang sedang ramai dibicarakan dan digaungkan _influencers_. Ingat bahwa ini hanya sebuah *teori*, tentu saja prakteknya belum diketahui. Kepercayaan terhadap teori memang hak personal, namun jika adanya teori ini mempengaruhi banyak orang untuk abai terhadap kenyataan mudahnya COVID-19 ini menular, tentunya akan merugikan banyak orang. Himbauan agar _physical distancing_, perilaku hidup bersih dan sehat, dll tidak dilakukan, berapa banyak korban yang berjatuhan akibat ketidakpercayaan atau _denial_ terhadap sains ditelusuri:
1. Cek sumbernya
2. Sifatnya opini atau fakta atau anjuran dari pihak berwenang seperti Kemenkes/CDC/WHO.
3. Informasi didasarkan apa, sudah melalui tahap penelitian apa dll. Perhatikan juga, di masa pandemi ini, muncul banyak _pseudoscience_, hal yang diyakini masyarakat sebagai kebenaran/sains, padahal belum melalui proses metode ilmiah.
Peran santri dan millenial menjadi sangat penting disini, sebab tiap tiap diri santri adalah *agen*. Agen perubahan, agen kebenaran, agen kemanusiaan. Memberikan informasi yang tepat kepada orang di sekitar kita adalah salah satu hal sederhana yang dapat kita lakukan, sederhana namun terkadang tidak mudah, apalagi dihadapkan dengan banyaknya hoax di grup WhatsApp keluarga. Ingin membeberkan fakta sebenarnya, terkendala sopan santun kepada yang lebih tua Setelah informasi yang tepat dan kewaspadaan, selanjutnya jangan lupakan empati. Berikan pengertian pada masyarakat bahwa pasien COVID-19 bukanlah aib, penyakit ini menyerang saluran pernafasan dan mudah menginfeksi, maka isolasi pasien tentu diperlukan, namun bukan berarti harus dijauhi, dikucilkan atau bahkan dianggap aneh, mereka tetaplah saudara kita. Terakhir, apabila ada rezeki berlebih sekiranya bisa berdonasi, utamanya kepada yang terdekat. Contoh, berbagi kepada tetangga atau saudara yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi, berbelanja di tetangga yang berjualan agar roda ekonomi tetap berputar, atau bisa juga dibagi ke orang yang membutuhkan atau ke tenaga medis dan mereka yang berjuang di luar rumah.
Mari kita #salingjaga bersama ❤️
Komentar
Posting Komentar